MBG tidak cukup hanya niat baik


 


Ribuan kasus keracunan pada program Makanan Bergizi Gratis (MBG) harus dibaca sebagai alarm, bukan sekedar  angkaapalgi angka kecil  padahal  dia hanyalah puncak gunung es saja.. Bila 6.000 siswa terdampak, bisa jadi ratusan ribu porsi lainnya juga tidak memenuhi standar—namun belum menimbulkan gejala keracunan langsung tapi tatap tak layak dikonsumsi .

 Program sebesar MBG butuh pendekatan profesional, bukan hanya semangat berbagi


Sebagai sarjana teknologi pangan, saya menyambut baik program MBG. Tapi dalam pelaksanaannya, saya melihat persoalan serius: skala produksi sangat besar, namun sistem pengolahan dan pengawasannya belum sepadan.


Dapur MBG tidak bisa disamakan dengan dapur rumah tangga. Ia melayani 3.000 porsi per hari, setara industri katering. Maka, sistem yang digunakan pun harus mengikuti prinsip industri pangan, termasuk aspek higienitas, penyimpanan, dan distribusi makanan matang.


 Seharusnya sertifikat kelaikan hygine dan sanitasi jadi harga mati yang harus dimilii, Faktanya hanya 34  dari 8549 sppg yang mmeilikinya.


Dari sisi fasliltas  selayaknya antara lain memiliki ruamg dingin untuk bahan baku   Minimal tersedia 10 chest freezer atau satu  walk-in freezer. Semua bahan pangan mudah rusak ( perishable)  wajib disimpan di suhu <4°C. 


 Untuk makanan jadi , perlu ada  *Ruang transit makanan matang:* Makanan siap saji tidak boleh menunggu terlalu lama dalam suhu ruang. Harus ada ruang holding dengan suhu >60°C atau  <10°C, tergantung kebutuhan.


Jika ruang ruamg transit adalah ruang dingin maka sekolah harus punya fasltas   pemanasan ulang di sekolah:  Sekolah yang menerima makanan dari dapur pusat sebaiknya memiliki peralatan pemanas ulang. Kecuali  makanan tetap nikmat dalam keadaan agak dingin seperti missal nasi uduk dengan telor dan lalapan


 Pengawasan mutu menyeluruh: QC dan QA wajib dilakukan di setiap titik: mulai bahan baku, proses masak, pengemasan, hingga pengiriman. Harus pastikan bahan baku sesuai standar  misalnya SNI , begiru juga proses dilakukan sesuai SOP  penagnan makanan yang baik

.  

Semua pekerja dapur harus mendapat pelatihan dasar hygiene dan food safety. Sertifikasi HACCP sebaiknya menjadi target jangka menengah.


Masalah lain adalah apa makna istilah  bergizi dalam makanan berizi gratis 


Tampak nya ini sering   disalah artikan seolah cukup dilihat dari satu kali makan.,sudah memeunhi kebutuhan gizi. Padahal:Kebutuhan gizi biasanya di hitung perhari  , Tergantung usia, jenis kelamin, berat badan, dan aktivitas., sehingga kebutuhan  anak SD tentu beda dengan SMA.kebutuhan gizi harian bisa berbeda 

 *Standar gizi* mengacu pada asupan harian: misalnya 2100 kkal/hari untuk anak usia SMA ,   dengan komposisi berimbang antara protein karbohidrat Lemak vitamin mineral   


Satu porsi makan tidak bisa mencakup seluruh kebutuhan sehari  Tidak tepat , *menyebut “makanan bergizi” hanya dari satu porsi

Harus nya di nyatakan dalam persentse terhadap kebutuhan harian, misal jika kebuthan perhari 2100 kalori , dan makan siang MBG yang  mengandung 7000 kali. Maka makanan itu hanya boleh di klaim sebagai mencukupi 30 % kebutuhan gizi harian



MBG adalah program mulia. Tapi niat baik saja tidak cukup. Dalam dunia pangan, ketidakdisiplinan sekecil apa pun bisa berujung bencana. Jika dapur-dapur MBG tidak segera ditingkatkan, maka risiko keracunan hanya menunggu waktu. Mari pastikan: makanan untuk anak-anak Indonesia harus *aman*, bukan sekadar gratis.


---

Komentar

Postingan Populer