Ultra processed food antara realita dan stigma

               Ultra-Processed Food: Antara Realita dan Stigma




Belakangan ini, istilah ultra-processed food_ (UPF) menjadi headline yang menakutkan. Judul-judul miring seperti “Makanan Ultra-Proses, Pemicu Penyakit Modern” tersebar luas, seolah-olah kita sedang dibombardir oleh racun dalam kemasan. Tapi mari kita berhenti sejenak dan bertanya: apakah ini benar-benar soal pemahaman yang keliru, atau ada kampanye yang sengaja mendiskreditkan makanan proses?

*Label “Ultra” yang Berlebihan*. Istilah “ultra” sendiri sudah mengandung nada dramatis. Padahal, proses yang disebut “ultra” itu bukanlah tindakan sembrono. Setiap produk UPF yang beredar telah melalui perhitungan matang dan pengawasan ketat dari badan regulasi seperti BPOM di Indonesia dan FDA di Amerika Serikat. Artinya, *tidak ada yang berlebihan*, semua sudah diperhitungkan dengan baik demi keamanan konsumen.

> “There are no bad foods, only bad diets.”

> — Prinsip gizi modern yang menekankan pola makan secara keseluruhan

Teknologi Pangan: Musuh atau Sekutu?*

Di sisi lain, kita melihat kemajuan luar biasa dalam teknologi pangan. _Smart processed food_ hadir sebagai jawaban atas tantangan distribusi, ketahanan pangan, dan kebutuhan nutrisi masyarakat modern. Dengan teknik seperti fortifikasi, fermentasi presisi, dan pengolahan suhu rendah, makanan bisa:

- Lebih tahan lama

- Lebih bergizi

- Lebih efisien secara logistik

Teknologi pengolahan pangan modern ini bukan ancaman, tapi *alat bantu untuk menciptakan akses pangan yang lebih adil dan sehat*.

*Keseimbangan Adalah Kunci*

Mengutuk UPF  adalah pendekatan yang tidak adil dan tidak ilmiah. Yang benar adalah:

> *Semua jenis makanan bisa aman dan bermanfaat jika dikonsumsi dengan bijak dan seimbang.*

 Ultra-Processed Food: Bukan Musuh, Tapi Solusi Modern yang Sering Disalahpahami*

Di era ketika semua hal bisa viral dalam hitungan detik, makanan pun tak luput dari stigma. _Ultra-processed food_ (UPF) kini sering dicap sebagai biang keladi berbagai penyakit. 

Tapi apakah tuduhan itu benar-benar adil? Atau kita hanya sedang terjebak nostalgia terhadap makanan “alami” yang belum tentu praktis atau cukup bergizi?

 Fakta: nya yang mereka sebut UPF Sudah Lolos Uji Keamanan*

Sebelum masuk ke rak toko, setiap produk pangan ultra-proses harus melewati serangkaian uji ketat. Di Indonesia, ada BPOM. Di Amerika Serikat, ada FDA. Artinya, makanan ini *aman dikonsumsi* sesuai standar nasional dan internasional.

Mengonsumsi UPF bukanlah tindakan sembrono. Sama seperti air putih—yang bisa berbahaya jika diminum berlebihan—UPF pun hanya berisiko jika dikonsumsi secara tidak bijak. Jadi, bukan soal “jenis” makanannya, tapi *cara kita mengonsumsinya*.

> “Ultra-processed foods are not inherently dangerous. What matters is the overall dietary pattern.”

> — _Jessica Wilson_, Registered Dietitian⁽¹⁾

* Smart Processing: Teknologi yang Membantu, Bukan Mengancam*

Di sisi lain, teknologi pangan telah berkembang pesat. Kini kita mengenal _smart processed food_ —makanan yang diproses dengan teknik presisi tinggi untuk:

- Mempertahankan kualitas nutrisi

- Memperpanjang umur simpan

- Menambahkan zat gizi penting melalui fortifikasi

Kita tidak perlu memilih antara “makanan segar” dan “makanan proses.” Keduanya punya tempat dalam pola makan modern. Yang penting adalah kualitas, kuantitas, dan konteks konsumsi*.


-

Komentar

Postingan Populer