Swa Sembada Pangan bahkan Feed the World bisa terwujud
Teknik PRG (Produk Rekayasa Genetik)* pertama kali ditemukan tahun *1973* oleh Herbert Boyer* dan *Stanley Cohen*.
Tahun *1982*, insulin rekombinan menjadi produk PRG pertama yang disetujui dan dipasarkan oleh *FDA*.
Kemudian tahun *1994*, produk tanaman PRG pertama dikomersialkan, yaitu *tomat* yang dimodifikasi agar tidak cepat membusuk.
Sejak itu, benih *jagung, kedelai, dan kapas PRG* mulai digunakan secara luas di seluruh dunia, terutama di *Amerika Serikat, Brasil, Argentina*, juga negara-negara lain seperti *India, Tiongkok, dan lainnya.*
Kita bahkan *mengimpor kedelai GM* dalam jumlah besar. *Jagung PRG* pun jauh lebih murah dibandingkan jagung lokal kita, yang justru membuat pakan ternak jadi mahal. Negara-negara lain bisa memproduksi jagung murah karena memakai PRG, kita justru membayar lebih mahal.
Bambang Prasetya adalah Ketua Komite Keamanan Hayati (KKH)*,lembaga KKH adalah pihak yang berwenang menerbitkan *sertifikat keamanan produk PRG*. Beliau menyatakan bahwa produk PRG yang sudah bersertifikat itu aman.
Bambang mengisahkan, sekitar 20 tahun lalu ada usulan untuk menanam *kapas PRG di Indonesia*, namun *ditolak*.
Sementara itu, *India menerima* kapas GM dan kini memiliki kebun kapas luas* yang menopang *kemajuan industri tekstil* mereka.
Indonesia kini justru *tertinggal*, karena *tidak memiliki sumber serat tekstil* yang ekonomis dan berkelanjutan.
Penolakan terhadap PRG crops terasa cukup kuat, bahkan tidak hanya datang dari sebagian LSM , tetapi juga dari *pejabat di Kementan* yang bersikap apriori menolak* benih PRG.
Di sisi lain, *kedelai PRG* dan mungkin juga *produk berbasis kapas PRG* justru masuk deras ke Indonesia dalam bentuk impor, baik sebagai bahan pangan maupun tekstil.
Luas lahan tanaman PRG* di dunia terus bertambah dari tahun ke tahun. Tahun 1996 baru 1.7 juta ha ditanam komersial. Tapi tahun 2015 sudah menjadi 179.7 juta ha. Dan terus berkembang. Sedang Indonesia sampai 2020 masih sangat sedikit
Produk PRG tidak hanya kapas, kedelai, dan jagung , tapi juga menyentuh *padi dan tanaman pangan lain*.
Di sektor peternakan, pakan berbasis PRG menyebabkan efisiensi tinggi* dalam produksi daging, telur, dan susu.
Indonesia sebenarnya sudah membentuk *Komite Keamanan Hayati* yang ketuanya saat ini adalah Prof. Bambang Prasetya bercerita
Kini, setelah *lebih dari 20 tahun*, mulai tampak adanya penerimaan terhadap produk PRG.
Lebih baik mulai ikut terlibat dan memanfaatkan, daripada terus tertinggal.
Sulit ada benih PRG (Produk Rekayasa Genetik) yang bisa diedarkan tanpa melalui proses yang ketat.
Sebuah benih harus *lolos penilaian keamanan hayati oleh KKH*, lalu *disetujui oleh Kementan* untuk bisa beredar secara legal.
Per tahun 2023 , telah disetujui 11 produk benih PRG, yang telah memenuhi standar dan terdaftar secara resmi.
Terdiri dari:
- *8 varietas jagung*,
- *2 varietas tebu*, dan
- *1 varietas kentang*.
Selain tanaman, juga ada produk enzim hasil PRG* seperti:
- *Romozyme*,
- *Finase*
yang digunakan dalam industri pakan dan telah mendapat persetujuan edar.
Untuk *produk makanan PRG*, yang memerlukan izin Bpom , contohnya bisa termasuk:
Kedelai transgenik dalam bahan pangan olahan,
Minyak dari jagung atau kedelai GM,
Vitamin atau enzim hasil fermentasi GM mikroba.
Jalan menuju *swasembada pangan* makin terbuka.
Konsep “*Feed the World*” bukan sekadar slogan, tapi bisa dicapai dengan *produk GM yang aman*, karena sudah melalui proses penilaian ketat oleh Komite Keamanan Hayati.
Keunggulan Produk Rekayasa Genetik (PRG):
Tanaman dapat dibuat tahan terhadap hama atau herbisida*, sehingga frekuensi penyemprotan pestisida menurun* drastis, misalnya dari 2 kali seminggu menjadi hanya sebulan sekali.
Lingkungan lebih bersih, karena penggunaan pestisida berkurang dan gulma (rumput pengganggu) tidak tumbuh.
Pekerjaan petani lebih ringan, tidak perlu sering membersihkan gulma.
Bisa ditambahkan *nilai gizi tambahan (biofortifikasi)* seperti vitamin A pada Golden Rice.
Hasil panen lebih tinggi biaya lebih rendah, dan kualitas lebih stabil*.
Dengan dukungan *Komite Keamanan Hayati (KKH), Kementan, dan BPOM*, maka keamanan produk PRG untuk konsumen terjamin*.
Munculnya Teknologi Baru: Genome Editing (GE)*
GE (Genome Editing) ditemukan oleh *Jennifer Doudna* dan Emmanuelle Charpentier* tahun 2020*, dan keduanya meraih Nobel* karena penemuan ini.
GE memungkinkan pengeditan gen secara presisi, cepat, dan murah*, tanpa menambahkan DNA dari spesies lain.
GE lebih mudah *diterima oleh publik* karena tidak membawa gen asing.
Namun, *kemampuan GE terbatas dibanding GM* dalam hal perubahan besar sifat tanaman.
Bagaimanapun GE membuka cakrawala lebih luas untuk memajukan pertanian
*Penutup*
Sudah saatnya Indonesia tidak hanya menjadi konsumen produk pertanian hasil rekayasa genetik, tapi juga ikut serta dalam pengembangannya. Dengan adanya Komite Keamanan Hayati dan dukungan regulasi dari Kementan serta BPOM, keamanan produk PRG dan GE bagi konsumen sudah melalui tahapan evaluasi yang ketat.
Teknologi ini bukan sekadar pilihan, tetapi bagian dari solusi menuju ketahanan pangan, efisiensi produksi, dan daya saing global. Daripada terus tertinggal, lebih baik terlibat dan ikut membentuk masa depan pertanian Indonesia yang lebih mandiri dan berdaya saing tinggi.

Komentar