Petani terjepit pasar bebas - dimana peran negara

 *Saatnya Negara Menjamin Perdagangan Adil*



Petani kecil tidak memiliki posisi tawar terhadap perusahaan besar. Dalam banyak kasus, perusahaan besar dapat memaksakan kekuatannya untuk memeras mitra kecil—dalam arti yang sebenar-benarnya. Kontrak dibuat sepihak, harga ditentukan tanpa ruang negosiasi, dan risiko sepenuhnya ditanggung oleh petani. Ini bukan kemitraan. Ini ketimpangan yang dilembagakan.

Fair trade hadir sebagai harapan untuk mengubah relasi dagang yang timpang menjadi lebih setara. Tapi harapan itu tidak akan menjadi kenyataan jika negara hanya diam.

 Perdagangan yang adil bukan sekadar soal harga tinggi, melainkan soal struktur yang menjamin keadilan. Dan struktur itu harus dibangun dan dijaga oleh negara.

Pemerintah perlu menetapkan standar isi kontrak yang adil dan transparan antara perusahaan besar dan mitra kecil. Kontrak harus bisa dinegosiasikan, mencerminkan kepentingan kedua belah pihak, dan tidak mematikan daya tawar petani. KPPU harus aktif menindak perusahaan yang menyalahgunakan posisi dominan dan menjalankan praktik kemitraan eksploitatif.

Selain itu, negara bisa bermitra dengan lembaga-lembaga fair trade untuk mendorong sertifikasi lokal, memperkuat koperasi produksi, dan memberi insentif bagi perusahaan yang patuh pada prinsip perdagangan berkeadilan.

 Petani juga perlu dibekali pengetahuan tentang hak dagang, membaca kontrak, dan membentuk koperasi yang kuat. Pendampingan hukum dan teknis harus jadi bagian dari strategi pembangunan sektor pangan dan pertanian.

Fair trade bukan sekadar label. Ia adalah sistem yang menuntut keberpihakan. Dan keberpihakan itu harus dimulai dari negara. Jika kopi bisa sukses dengan fair trade, komoditi lain pun bisa—asal ada keberanian politik untuk menjamin keadilan.

Fair trade  adalah sistem yang menuntut keberpihakan. Dan keberpihakan itu harus dimulai dari negara.

Selain regulasi dan pengawasan, pemerintah juga perlu mewajibkan perusahaan besar memiliki *kode etik (code of conduct)* yang mengikat secara internal. Kode etik ini harus mencakup prinsip transparansi kontrak, larangan eksploitasi mitra kecil, dan komitmen terhadap perdagangan yang adil. Tanpa etika yang tertanam dalam budaya perusahaan, regulasi akan mudah diakali.

Jika kopi bisa sukses dengan fair trade, komoditi lain pun bisa—asal ada keberanian politik untuk menjamin keadilan, dan kemauan perusahaan untuk tunduk pada etika.


-

Komentar

Postingan Populer